Using Freire to critique Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah’s pedagogical framework

<p class="15bIsiAbstractBInggris">Neo-liberalization is a systematic and global movement of exploitation. However, neo-liberalization is fragile because of its reliance on culture. Since culture grants power to neo-liberalization, culture also paradoxically has the potential to dimin...

Full description

Bibliographic Details
Main Author: Ahmad Sulaiman
Format: Article
Language:English
Published: LPPM Universitas Ibn Khaldun Bogor 2019-10-01
Series:Ta'dibuna
Subjects:
Online Access:http://ejournal.uika-bogor.ac.id/index.php/TADIBUNA/article/view/2054
Description
Summary:<p class="15bIsiAbstractBInggris">Neo-liberalization is a systematic and global movement of exploitation. However, neo-liberalization is fragile because of its reliance on culture. Since culture grants power to neo-liberalization, culture also paradoxically has the potential to diminish neo-liberalization. In Indonesia, Islam is the ultimate moral and cultural force and, therefore, it can be a powerful resistant instrument again neo-liberalization. This paper will first identify Islam as an ideology of resistance and, therefore, a source for a pedagogy of resistance among Muslims. Subsequently, it will bring into scrutiny the critical pedagogy framework of one of the prominent Indonesian youth Muslim associations called Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) or Muhammadiyah Student Association. The examination incorporates the lenses of Freire (1970), one of the most influential critical education literature in the 21st century. This paper shows that while IMM can rearticulate critical pedagogy in its context so the transformation can be more easily accepted by the masses, IMM may fail to bring the liberation to a broader, global context where oppressions are deeply rooted.</p><p class="15cKeywordsBInggris"> </p><p class="16aJudulAbstrak"><strong>Abstrak</strong></p><p class="16bIsiAbstrak">Neoliberalisasi adalah gerakan eksploitasi yang sistematis dan global. Namun, neoliberalisasi itu rapuh karena bergantung pada budaya. Satu sisi budaya menguatkan neoliberalisasi, secara paradoks budaya juga berpotensi melemahkan neoliberalisasi. Di Indonesia, Islam adalah kekuatan moral dan budaya tertinggi dan, karena itu, Islam dapat menjadi instrumen yang kuat untuk melawan neoliberalisasi. Artikel ini pertama-tama akan mengidentifikasi Islam sebagai ideologi perlawanan dan karena itu, menjadi sumber pedagogi perlawanan di kalangan umat Islam. Selanjutnya, tulisan ini akan memeriksa kerangka pedagogi kritis dari salah satu asosiasi pemuda muslim Indonesia terkemuka yang disebut Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Penelitian ini menggunakan perspektif Freire (1970), salah satu rujukan pendidikan kritis paling berpengaruh di abad ke-21. Artikel ini menunjukkan bahwa IMM dapat mengartikulasikan pedagogi kritis dalam konteksnya sehingga transformasi dapat lebih mudah diterima oleh massa, hanya saja IMM mungkin akan gagal membawa pembebasan ke konteks global yang lebih luas di mana penindasan mengakar.</p>
ISSN:2252-5793
2622-7215