PEMERINTAHAN MARGA DI LUBUKLINGGAU TAHUN 1855-1983

Abstrak Sistem Pemerintahan Marga di Lubuklinggau berlangsung sejak tahun 1855 pada masa Pemerintahan Hindia Belanda. Tahun 1983 sistem Pemerintahan Marga di Lubuklinggau berakhir berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Daerah Tingkat I Sumatera Selatan Nomor: 142 tahun 1983. Pemerintahan Marga pertam...

Full description

Bibliographic Details
Main Author: Eka Apriyanti dan Reiza D. Dienaputra
Format: Article
Language:Indonesian
Published: Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2015-06-01
Series:Patanjala: Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya
Subjects:
Online Access:http://ejurnalpatanjala.kemdikbud.go.id/patanjala/index.php/patanjala/article/view/95
id doaj-7c9cfad96532488e99ebefda4e1eda3e
record_format Article
spelling doaj-7c9cfad96532488e99ebefda4e1eda3e2020-11-25T03:33:19ZindBalai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat, Kementerian Pendidikan dan KebudayaanPatanjala: Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya2085-99372598-12422015-06-017223324810.30959/patanjala.v7i2.9555PEMERINTAHAN MARGA DI LUBUKLINGGAU TAHUN 1855-1983Eka Apriyanti dan Reiza D. Dienaputra0Universitas PadjadjaranAbstrak Sistem Pemerintahan Marga di Lubuklinggau berlangsung sejak tahun 1855 pada masa Pemerintahan Hindia Belanda. Tahun 1983 sistem Pemerintahan Marga di Lubuklinggau berakhir berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Daerah Tingkat I Sumatera Selatan Nomor: 142 tahun 1983. Pemerintahan Marga pertama kali dikenal dalam wilayah Kesultanan Palembang Tahun 1662-1706. Marga dibentuk pada umumnya di daerah pedalaman, yang berada di hulu sungai. Tujuannya untuk memudahkan pengaturan wilayah kesultanan yang luas. Setiap Marga dipimpin oleh seorang kepala Marga yang disebut Depati/Pesirah. Sistem Pemerintahan Marga berlangsung hingga Masa Kemerdekaan. Sumber informasi mengenai pemerintahan Marga antara lain Piagam dari Sultan Palembang untuk Kiai Ario dari IPIL (Sekayu), stempel cap Marga Suku Tengah Kepungut Moesi Oloe di Lubuk Besar tahun 1856, dan Piagam Moeara Katie Marga Suku Tengah Tiang Poeng-poeng Afdeeling Moesi Oloe tahun 1866. Untuk menjelaskan sistem Pemerintahan Marga yang berlangsung cukup lama di Lubuklinggau kajian ini menggunakan metode sejarah. Interpretasi diperkuat dengan menggunakan konsep dan teori dari ilmu sosiologi, antropologi, dan ilmu politik. Kajian  meliputi tiga hal, yaitu lahirnya pemerintahan Marga, hukum dalam pemerintahan Marga, dan pemerintahan Marga di Lubuklinggau.   Abstract The Clan Government administration systemof Lubuklingau had been role since 1855 in the Government of the Netherlands East Indies. It ended in 1983 by the Decree of the Governor of South Sumatra Level Region Number: 142 year 1983. The Clan Government Administration was known firstly in the Sultanate of Palembang Year 1662-1706. Margaor clan was formed generally in rural areas, which was closed to the river. The aim was to facilitate the controlling of the sultanate vast territory. Each of the clan was led by a head of Margawhich was called Depati / Pesirah. This system lasted until the Independence Period. The information sources about the government of clans can be seen from the Charter of the Sultan of Palembang to Kiai Ario of IPIL (Sekayu), stamp of the clans of Middle Kepungut Moesi Oloe in Lubuk Besar in 1856, and the Charter of Moeara Katie Middle Pillar Poeng-Poeng Afdeeling Moesi Oloe clan in 1866 . To explain the government system of Lubuklingau clan in this research,the researcher used the historical method. The Interpretation is reinforced by the use of concepts and theories of sociology, anthropology, and political science. The Studies cover three things; the birth of clan governance, rule of law within the clan, and the clan rule in Lubuklinggau.http://ejurnalpatanjala.kemdikbud.go.id/patanjala/index.php/patanjala/article/view/95marga, pesirah, depati, lubuklinggau, undang-undang simbur cahaya, highways/clan, pesirah, depati, lubuklinggau, law of simbur cahaya.
collection DOAJ
language Indonesian
format Article
sources DOAJ
author Eka Apriyanti dan Reiza D. Dienaputra
spellingShingle Eka Apriyanti dan Reiza D. Dienaputra
PEMERINTAHAN MARGA DI LUBUKLINGGAU TAHUN 1855-1983
Patanjala: Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya
marga, pesirah, depati, lubuklinggau, undang-undang simbur cahaya, highways/clan, pesirah, depati, lubuklinggau, law of simbur cahaya.
author_facet Eka Apriyanti dan Reiza D. Dienaputra
author_sort Eka Apriyanti dan Reiza D. Dienaputra
title PEMERINTAHAN MARGA DI LUBUKLINGGAU TAHUN 1855-1983
title_short PEMERINTAHAN MARGA DI LUBUKLINGGAU TAHUN 1855-1983
title_full PEMERINTAHAN MARGA DI LUBUKLINGGAU TAHUN 1855-1983
title_fullStr PEMERINTAHAN MARGA DI LUBUKLINGGAU TAHUN 1855-1983
title_full_unstemmed PEMERINTAHAN MARGA DI LUBUKLINGGAU TAHUN 1855-1983
title_sort pemerintahan marga di lubuklinggau tahun 1855-1983
publisher Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
series Patanjala: Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya
issn 2085-9937
2598-1242
publishDate 2015-06-01
description Abstrak Sistem Pemerintahan Marga di Lubuklinggau berlangsung sejak tahun 1855 pada masa Pemerintahan Hindia Belanda. Tahun 1983 sistem Pemerintahan Marga di Lubuklinggau berakhir berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Daerah Tingkat I Sumatera Selatan Nomor: 142 tahun 1983. Pemerintahan Marga pertama kali dikenal dalam wilayah Kesultanan Palembang Tahun 1662-1706. Marga dibentuk pada umumnya di daerah pedalaman, yang berada di hulu sungai. Tujuannya untuk memudahkan pengaturan wilayah kesultanan yang luas. Setiap Marga dipimpin oleh seorang kepala Marga yang disebut Depati/Pesirah. Sistem Pemerintahan Marga berlangsung hingga Masa Kemerdekaan. Sumber informasi mengenai pemerintahan Marga antara lain Piagam dari Sultan Palembang untuk Kiai Ario dari IPIL (Sekayu), stempel cap Marga Suku Tengah Kepungut Moesi Oloe di Lubuk Besar tahun 1856, dan Piagam Moeara Katie Marga Suku Tengah Tiang Poeng-poeng Afdeeling Moesi Oloe tahun 1866. Untuk menjelaskan sistem Pemerintahan Marga yang berlangsung cukup lama di Lubuklinggau kajian ini menggunakan metode sejarah. Interpretasi diperkuat dengan menggunakan konsep dan teori dari ilmu sosiologi, antropologi, dan ilmu politik. Kajian  meliputi tiga hal, yaitu lahirnya pemerintahan Marga, hukum dalam pemerintahan Marga, dan pemerintahan Marga di Lubuklinggau.   Abstract The Clan Government administration systemof Lubuklingau had been role since 1855 in the Government of the Netherlands East Indies. It ended in 1983 by the Decree of the Governor of South Sumatra Level Region Number: 142 year 1983. The Clan Government Administration was known firstly in the Sultanate of Palembang Year 1662-1706. Margaor clan was formed generally in rural areas, which was closed to the river. The aim was to facilitate the controlling of the sultanate vast territory. Each of the clan was led by a head of Margawhich was called Depati / Pesirah. This system lasted until the Independence Period. The information sources about the government of clans can be seen from the Charter of the Sultan of Palembang to Kiai Ario of IPIL (Sekayu), stamp of the clans of Middle Kepungut Moesi Oloe in Lubuk Besar in 1856, and the Charter of Moeara Katie Middle Pillar Poeng-Poeng Afdeeling Moesi Oloe clan in 1866 . To explain the government system of Lubuklingau clan in this research,the researcher used the historical method. The Interpretation is reinforced by the use of concepts and theories of sociology, anthropology, and political science. The Studies cover three things; the birth of clan governance, rule of law within the clan, and the clan rule in Lubuklinggau.
topic marga, pesirah, depati, lubuklinggau, undang-undang simbur cahaya, highways/clan, pesirah, depati, lubuklinggau, law of simbur cahaya.
url http://ejurnalpatanjala.kemdikbud.go.id/patanjala/index.php/patanjala/article/view/95
work_keys_str_mv AT ekaapriyantidanreizaddienaputra pemerintahanmargadilubuklinggautahun18551983
_version_ 1724563326667587584