Pilihan Terapi Empiris Demam Tifoid pada Anak: Kloramfenikol atau Seftriakson?
Demam tifoid pada anak besar (lebih dari usia sepuluh tahun) pada umumnya mempunyai gambaran klinis demam tifoid menyerupai dewasa. Demikian juga derajat berat penyakit akan lebih parah dibandingkan pasien anak yang lebih muda. Oleh karena itu, pengamatan keadaan klinis pasien selama mendapat pengob...
Main Authors: | , |
---|---|
Format: | Article |
Language: | Indonesian |
Published: |
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia
2016-11-01
|
Series: | Sari Pediatri |
Subjects: | |
Online Access: | https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/611 |
Summary: | Demam tifoid pada anak besar (lebih dari usia sepuluh tahun) pada umumnya mempunyai gambaran klinis
demam tifoid menyerupai dewasa. Demikian juga derajat berat penyakit akan lebih parah dibandingkan
pasien anak yang lebih muda. Oleh karena itu, pengamatan keadaan klinis pasien selama mendapat
pengobatan harus dievaluasi dengan cermat terutama mengenai parameter keberhasilan pengobatan seperti
keadaan umum, suhu, gejala intestinal, komplikasi baik intra maupun ekstra intestinal, hitung leukosit, fungsi
hati, dan asupan cairan serta nutrisi. Pemeriksaan biakan darah terhadap Salmonella typhi merupakan baku
emas untuk diagnosis demam tifoid. Walaupun pada saat ini telah terdapat berbagai uji diagnostik cepat
(rapid diagnostic test) yang dapat dipergunakan untuk pasien rawat jalan, untuk pasien rawat inap harus
dilakukan pemeriksaan biakan Salmonella typhi. Selain untuk menegakkan diagnosis, adanya biakan positif
sangat berguna untuk menilai apakah pengobatan empiris yang diberikan saat pertama kali pasien datang ke
rumah sakit sudah tepat. Perlu diperhatikan bahwa uji resistensi bakteri harus disertakan pada hasil biakan.
Hasil uji resistensi diperlukan dalam menilai antibiotik pilihan alternatif apabila pengobatan empiris tidak
seperti yang kita harapkan. Kloramfenikol sampai saat ini masih merupakan pengobatan lini pertama untuk
demam tifoid pada anak yang dirawat di Departemen Ilmu Kesehatan RS Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Namun saat ini banyak dilaporkan adanya keadaan multidrug resistance Salmonella typhi (MDSRT), seperti
dilaporkan di Pakistan, Mesir, dan Thailand. Maka untuk kasus MDRST diberikan pilihan pengobatan
lini kedua yaitu seftriakson atau kuinolon. Namun karena penggunaan kuinolon masih kontroversi untuk
anak mengingat dapat menyebabkan artropati, maka seftriakson menjadi pilihan kedua untuk demam tifoid
pada anak. |
---|---|
ISSN: | 0854-7823 2338-5030 |