Penggunaan Antibiotik pada Terapi Demam Tifoid Anak di RSAB Harapan Kita
Latar belakang. Insidens demam tifoid di Indonesia cukup tinggi (>100 kasus per 100.000 populasi per tahun). Insidens pada anak usia 3-6 tahun adalah 1307 per 100.000 populasi per tahun, dan 1172 pada usia 7-19 tahun. Chloramphenicol sampai saat ini masih merupakan obat pilihan lini pertama untuk...
Main Author: | |
---|---|
Format: | Article |
Language: | Indonesian |
Published: |
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia
2016-12-01
|
Series: | Sari Pediatri |
Subjects: | |
Online Access: | https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/795 |
Summary: | Latar belakang. Insidens demam tifoid di Indonesia cukup tinggi (>100 kasus per
100.000 populasi per tahun). Insidens pada anak usia 3-6 tahun adalah 1307 per 100.000
populasi per tahun, dan 1172 pada usia 7-19 tahun. Chloramphenicol sampai saat ini
masih merupakan obat pilihan lini pertama untuk terapi demam tifoid pada anak.
Antibiotik lain yang dipergunakan untuk terapi demam tifoid anak adalah cotrimoxazole,
cefixime dan ceftriaxone.
Tujuan penelitian. Untuk mengevaluasi aspek pemberian antibiotik berdasar berbagai
situasi klinis pada terapi demam tifoid anak di ruang Rawat Inap Anak, Departemen
Anak, RSAB Harapan Kita, Jakarta.
Metoda. Penelitian dengan desain deskriptif-retrospektif telah dilakukan di Departemen
Anak, RSAB Harapan Kita, Jakarta dari 1 Januari hingga 31 Desember 2004 Kriteria
inklusi adalah pasien berusia antara 1 bulan sampai 18 tahun, gejala klinis sesuai demam
tifoid, dan diagnosis pasti berdasar hasil biakan darah dengan metoda Bac-tect, positif
Salmonella typhi. Data diperoleh dari rekapan laboratorium Mikrobiologi dan rekam
medik pasien. Korelasi antara ketepatan dosis antibiotik dan lama rawat atau length of
stay (LOS) dievaluasi menggunakan program Excell.
Hasil. Sebanyak 31 pasien memenuhi kriteria inklusi. Dari 31 pasien yang diteliti
ditemukan bahwa pasien demam tifoid terbanyak adalah usia 6-10 tahun, diikuti usia 1
– 5 tahun. Sensitifitas dan spesifisitas uji Widal terhadap uji Bac-tect rendah atau tidak
memadai, sehingga uji Widal disini tampaknya bukanlah uji yang baik dalam menegakkan
diagnosis demam tifoid. Komplikasi terjadi pada 7 dari 31 pasien, terdiri dari pneumonia
dan perdarahan saluran cerna. Ditemukan seluruhnya 1 kasus relaps dari 31 pasien.
Tampaknya tidak ada perbedaan yang nyata antara rata-rata lama rawat dan ketepatan
dosis antibiotik yang diberikan.
Kesimpulan. Antibiotik terbanyak yang dipakai adalah golongan chloramphenicol dan
ceftriaxone intravena. Tidak ada hubungan yang nyata antara pemberian antibiotik
dengan dosis kurang terhadap lama rawat pasien, tetapi tentunya masih banyak faktor
lain yang dapat mempengaruhinya. |
---|---|
ISSN: | 0854-7823 2338-5030 |