EL NIÑO MODOKI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERILAKU CURAH HUJAN MONSUNAL DI INDONESIA

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kejadian El Niño Modoki dan pengaruhnya terhadap keragaman curah hujan bertipe monsunal di Indonesia. Selain itu, di dalam penelitian ini juga dikaji perbedaan antara El Niño Modoki dengan El Niño konvensional yang telah dikenal selama ini. Analisi...

Full description

Bibliographic Details
Main Authors: Ela Hasri Windari, Akhmad Faqih, Eddy Hermawan
Format: Article
Language:English
Published: Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika 2014-08-01
Series:Jurnal Meteorologi dan Geofisika
Subjects:
Online Access:http://puslitbang.bmkg.go.id/jmg/index.php/jmg/article/view/130
id doaj-d1a92558734d413aa110e77c8355e9ef
record_format Article
spelling doaj-d1a92558734d413aa110e77c8355e9ef2020-11-24T21:42:13ZengPusat Penelitian dan Pengembangan Badan Meteorologi Klimatologi dan GeofisikaJurnal Meteorologi dan Geofisika1411-30822527-53722014-08-0113310.31172/jmg.v13i3.130137EL NIÑO MODOKI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERILAKU CURAH HUJAN MONSUNAL DI INDONESIAEla Hasri Windari0Akhmad Faqih1Eddy Hermawan2Institut Pertanian Bogor (IPB)Institut Pertanian Bogor (IPB)Lembaga Penerbangan Dan Antariksa Nasional (LAPAN)ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kejadian El Niño Modoki dan pengaruhnya terhadap keragaman curah hujan bertipe monsunal di Indonesia. Selain itu, di dalam penelitian ini juga dikaji perbedaan antara El Niño Modoki dengan El Niño konvensional yang telah dikenal selama ini. Analisis Power Spectral Density terhadap data indeks aSML periode 1979–2010 menghasilkan perbedaan karakteristik temporal antara keduanya. El Niño Modoki memiliki siklus 6–8 tahunan sedangkan El Niño konvensional memiliki siklus 4–5 tahunan. Hasil ini juga didukung oleh hasil analisis Wavelet yang menunjukkan pola osilasi dominan El Niño konvensional ~4 tahunan sedangkan El Niño Modoki  hampir mendekati pola dekadal (~10 tahunan). Hasil analisis komposit dari tujuh kejadian El Niño Modoki, yaitu tahun 1986/87, 1990/91, 1992/93, 1994/95, 2002/2003, 2004/2005, dan 2009/2010 menunjukkan bahwa anomali hangat yang berkaitan dengan peristiwa El Niño biasanya konsisten melampaui nilai threshold sekitar periode Juli–Maret. Fase pertumbuhan mulai terlihat sekitar Maret atau April hingga Januari kemudian mulai turun sekitar bulan Februari. Puncak anomalinya terjadi pada bulan Agustus–Januari. Menurut hasil analisis regresi anomali curah hujan terhadap EMI periode 1971-2000, El Niño Modoki memberikan pengaruh yang jelas terhadap penurunan curah hujan di wilayah Sumbawa Besar, Makassar, dan Banjar Baru pada musim JJA dan semakin kuat pengaruhnya pada musim SON. Wilayah Lampung hanya merasakan pengaruh Modoki dengan jelas pada musim JJA saja sedangkan Indramayu pada musim SON. Penggunaan indeks EMI yang memasukkan informasi aSML di sekitar wilayah Indonesia menyebabkan nilai korelasi silang yang signifikan antara anomali curah hujan dengan EMI hanya menghasilkan jeda maksimum satu bulan.   ABSTRACT This study aims to investigate El Niño Modoki phenomenon and its influence to monsoonal rainfall behavior over Indonesia. The study is also intended to identify the differences between the El Niño Modoki and the well-known El Niño events, referred in this study as Conventional El Niño. Power Spectral Density and Wavelet analysis shows a different strength in the temporal cycle of both events, four years interannual cycles of Nino-4 index and nearly decadal (~10 years) cycles of EMI data. The composite of seven El Niño Modoki events in 1986/87, 1990/91, 1992/93, 1994/95, 2002/03, 2004/05, and 2009/10, shows the El Niño Modoki events indicated by the raise of EMI exceeding its defined threshold occurred from July to March. The growing phase started from March or April until January then   continued by decaying phase around February. Regression analysis resulted the El Niño Modoki strongly influence monsoonal rainfall bahavior over Sumbawa Besar, Makassar, and Banjar Baru during both June-July-August (JJA) and September-October-November (SON) periods, over Lampung only during JJA, and Indramayu during SON. The use of EMI which includes SST anomaly around Indonesia led to a significant cross-correlation values ? ? between monsoonal rainfall anomaly and EMI with only maximum of one month lag time.http://puslitbang.bmkg.go.id/jmg/index.php/jmg/article/view/130El Niño ModokiEl Niño Konvensionalperilaku curah hujan monsunal
collection DOAJ
language English
format Article
sources DOAJ
author Ela Hasri Windari
Akhmad Faqih
Eddy Hermawan
spellingShingle Ela Hasri Windari
Akhmad Faqih
Eddy Hermawan
EL NIÑO MODOKI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERILAKU CURAH HUJAN MONSUNAL DI INDONESIA
Jurnal Meteorologi dan Geofisika
El Niño Modoki
El Niño Konvensional
perilaku curah hujan monsunal
author_facet Ela Hasri Windari
Akhmad Faqih
Eddy Hermawan
author_sort Ela Hasri Windari
title EL NIÑO MODOKI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERILAKU CURAH HUJAN MONSUNAL DI INDONESIA
title_short EL NIÑO MODOKI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERILAKU CURAH HUJAN MONSUNAL DI INDONESIA
title_full EL NIÑO MODOKI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERILAKU CURAH HUJAN MONSUNAL DI INDONESIA
title_fullStr EL NIÑO MODOKI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERILAKU CURAH HUJAN MONSUNAL DI INDONESIA
title_full_unstemmed EL NIÑO MODOKI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERILAKU CURAH HUJAN MONSUNAL DI INDONESIA
title_sort el niño modoki dan pengaruhnya terhadap perilaku curah hujan monsunal di indonesia
publisher Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
series Jurnal Meteorologi dan Geofisika
issn 1411-3082
2527-5372
publishDate 2014-08-01
description ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kejadian El Niño Modoki dan pengaruhnya terhadap keragaman curah hujan bertipe monsunal di Indonesia. Selain itu, di dalam penelitian ini juga dikaji perbedaan antara El Niño Modoki dengan El Niño konvensional yang telah dikenal selama ini. Analisis Power Spectral Density terhadap data indeks aSML periode 1979–2010 menghasilkan perbedaan karakteristik temporal antara keduanya. El Niño Modoki memiliki siklus 6–8 tahunan sedangkan El Niño konvensional memiliki siklus 4–5 tahunan. Hasil ini juga didukung oleh hasil analisis Wavelet yang menunjukkan pola osilasi dominan El Niño konvensional ~4 tahunan sedangkan El Niño Modoki  hampir mendekati pola dekadal (~10 tahunan). Hasil analisis komposit dari tujuh kejadian El Niño Modoki, yaitu tahun 1986/87, 1990/91, 1992/93, 1994/95, 2002/2003, 2004/2005, dan 2009/2010 menunjukkan bahwa anomali hangat yang berkaitan dengan peristiwa El Niño biasanya konsisten melampaui nilai threshold sekitar periode Juli–Maret. Fase pertumbuhan mulai terlihat sekitar Maret atau April hingga Januari kemudian mulai turun sekitar bulan Februari. Puncak anomalinya terjadi pada bulan Agustus–Januari. Menurut hasil analisis regresi anomali curah hujan terhadap EMI periode 1971-2000, El Niño Modoki memberikan pengaruh yang jelas terhadap penurunan curah hujan di wilayah Sumbawa Besar, Makassar, dan Banjar Baru pada musim JJA dan semakin kuat pengaruhnya pada musim SON. Wilayah Lampung hanya merasakan pengaruh Modoki dengan jelas pada musim JJA saja sedangkan Indramayu pada musim SON. Penggunaan indeks EMI yang memasukkan informasi aSML di sekitar wilayah Indonesia menyebabkan nilai korelasi silang yang signifikan antara anomali curah hujan dengan EMI hanya menghasilkan jeda maksimum satu bulan.   ABSTRACT This study aims to investigate El Niño Modoki phenomenon and its influence to monsoonal rainfall behavior over Indonesia. The study is also intended to identify the differences between the El Niño Modoki and the well-known El Niño events, referred in this study as Conventional El Niño. Power Spectral Density and Wavelet analysis shows a different strength in the temporal cycle of both events, four years interannual cycles of Nino-4 index and nearly decadal (~10 years) cycles of EMI data. The composite of seven El Niño Modoki events in 1986/87, 1990/91, 1992/93, 1994/95, 2002/03, 2004/05, and 2009/10, shows the El Niño Modoki events indicated by the raise of EMI exceeding its defined threshold occurred from July to March. The growing phase started from March or April until January then   continued by decaying phase around February. Regression analysis resulted the El Niño Modoki strongly influence monsoonal rainfall bahavior over Sumbawa Besar, Makassar, and Banjar Baru during both June-July-August (JJA) and September-October-November (SON) periods, over Lampung only during JJA, and Indramayu during SON. The use of EMI which includes SST anomaly around Indonesia led to a significant cross-correlation values ? ? between monsoonal rainfall anomaly and EMI with only maximum of one month lag time.
topic El Niño Modoki
El Niño Konvensional
perilaku curah hujan monsunal
url http://puslitbang.bmkg.go.id/jmg/index.php/jmg/article/view/130
work_keys_str_mv AT elahasriwindari elninomodokidanpengaruhnyaterhadapperilakucurahhujanmonsunaldiindonesia
AT akhmadfaqih elninomodokidanpengaruhnyaterhadapperilakucurahhujanmonsunaldiindonesia
AT eddyhermawan elninomodokidanpengaruhnyaterhadapperilakucurahhujanmonsunaldiindonesia
_version_ 1725918320778018816