Resistensi Tokoh-tokoh Perempuan Terhadap Patriarki dalam Novel Garis Perempuan karya Sanie B Kuncoro

This article aims to reveal the meaning of the resistance movement of female characters in the novel Garis Perempuan by Sanie B. Kuncoro. Ranting, Gendhing, Tawangsri and Zhang Mey are adult women who live in the midst of modernity, but have cultural roots that can not be separated from the thick pa...

Full description

Bibliographic Details
Main Author: Delmarrich Bilga Ayu Permatasari
Format: Article
Language:English
Published: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa 2017-12-01
Series:Jentera: Jurnal Kajian Sastra
Subjects:
Online Access:http://ojs.badanbahasa.kemdikbud.go.id/jurnal/index.php/jentera/article/view/439
Description
Summary:This article aims to reveal the meaning of the resistance movement of female characters in the novel Garis Perempuan by Sanie B. Kuncoro. Ranting, Gendhing, Tawangsri and Zhang Mey are adult women who live in the midst of modernity, but have cultural roots that can not be separated from the thick patriarchal law. Raised with different cultural backgrounds, the four characters have their own way of making efforts to reach welfare, personal freedom, and social justice  that are embodied as a whole in the effort to meaning the virginity. By using the concept of criticsm of feminies literature, it can be concluded that virginity is a liquid thing that women use as a form of appreciation of their bodies so that by apreciate its virginity a woman has power over her body ownership which in culture and patriarchy law women's authority over the possessions of their bodies is often ignored.   Abstrak Artikel ini bertujuan untuk mengungkap pemaknaan atas gerakan perlawanan atau resistensi tokoh-tokoh perempuan dalam novel Garis Perempuan karya Sanie B. Kuncoro. Tokoh Ranting, Gendhing, Tawangsri, dan Zhang Mey merupakan perempuan dewasa yang hidup di tengah arus modernitas namun memiliki akar budaya yang tidak dapat dilepaskan dari hukum patriarki yang kental. Dibesarkan dengan latar budaya yang berbeda-beda, keempat tokoh tersebut memiliki cara-cara tersendiri dalam meraih kesejahteraan, kebebasan pribadi, dan keadilan sosial yang secara keseluruhan diwujudkan dalam upaya pemaknaan terhadap virginitas. Dengan menggunakan konsep kritik sastra feminis dapat disimpulkan bahwa virginitas adalah sesuatu yang bersifat cair yang digunakan oleh perempuan sebagai bentuk penghargaan atas tubuhnya. Dengan mengapresiasi virginitasnya seorang perempuan telah berkuasa terhadap kepemilikan tubuhnya yang dalam budaya dan hukum patriarki kuasa perempuan atas kepemilikan tubuhnya seringkali tidak diindahkan.
ISSN:2089-2926
2579-8138