REPRESENTASI CERITA KARNADI ANEMER BANGKONG SEBAGAI IDENTITAS MASYARAKAT SUNDA

Penelitian ini membahas tentang bentuk representasi, perubahan representasi, serta pandangan tentang representasi cerita�Karnadi Anemer Bangkong. Penelitian ini menggunakan metode dekriptif dengan teknik penelitian kualitatif. Metode penelitian yang digunakan dengan metode diakronis. Metode diakroni...

Full description

Bibliographic Details
Main Author: Arip Hidayat
Format: Article
Language:Indonesian
Published: Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Kuningan 2020-01-01
Series:Fon
Online Access:https://journal.uniku.ac.id/index.php/FON/article/view/2163
id doaj-e2bd827b8bfe4fdfbc3727cb2d759553
record_format Article
spelling doaj-e2bd827b8bfe4fdfbc3727cb2d7595532021-02-08T17:02:25ZindProdi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas KuninganFon2086-06092614-77182020-01-0115210.25134/fjpbsi.v15i2.21631474REPRESENTASI CERITA KARNADI ANEMER BANGKONG SEBAGAI IDENTITAS MASYARAKAT SUNDAArip Hidayat0Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas KuninganPenelitian ini membahas tentang bentuk representasi, perubahan representasi, serta pandangan tentang representasi cerita�Karnadi Anemer Bangkong. Penelitian ini menggunakan metode dekriptif dengan teknik penelitian kualitatif. Metode penelitian yang digunakan dengan metode diakronis. Metode diakronis merupakan penelitian resepsi sastra yang dilakukan terhadap tanggapan-tanggapan pembaca dalam beberapa periode. Sumber data dalam penelitian ini adalah novel�Rasiah Nu Goreng Patut�serta karya-karya lain yang bercerita tentang Karnadi Anemer Bangkong dan karya lain yang erat hubungannya dengan Karnadi Anemer Bangkong dari sejak 1928 sampai dengan tahun 2017. Data dikelompokkan berdasarkan tahun kemunculannya. Dalam hal ini dipilih tiga data yaitu�Madraji : Carita Pantun Modern�karya Suyudi, Fiksimini�Karnadi Kiwari�karya Tia Baratawiria, dan naskah drama�Barok (Tidak Bodoh Tapi Tidak Tahu Sebab Tidak Pernah)�karya Aan Sugiantomas. Hasil penelitian cerita�Rasiah Nu Garong Patut (Karnadi Anemer Bangkong)�mengalami berbagai macam bentuk representasi. Bentuk representasi itu diantaranya naskah dan scenario film dan sinetron, pantun (cerita pantun), fiksimini, dan naskah drama. Perubahan representasi dari Karnadi dan Madraji adalah pada bentuk. Madraji dalam bentuk cerita pantun, sementara Karnadi dalam bentuk novel. Dari segi isi, keduanya bercerita tentang kaum bawah yang kemudian merefleksikan kritik pada kemiskinan yang ada pada zamannya masing-masing. Kritik sosial menjadi pesan penting pada karya keduanya. Tia Baratawiria merepresentasikan Karnadi berbeda dengan cerita aslinya. Karnadi dalam fiksi mini Tia Baratawiria dibalik seratus delapan puluh derajat. Tia memposisikan Karnadi sebagai orang kaya, yang pada akhirnya nyaris sama seperti keluarga Eulis Awang yang sombong. Tia hendak memberikan pesan, bahwa jika seandainya Karnadi kaya pun sifatnya tidak akan berubah menjadi baik. Watak dan kepribadian manusia dipengaruhi oleh harta. Aan Sugiantomas merepresentasikan tokoh Barok berbeda dengan Karnadi. Jika Karnadi buruk rupa, maka Barok tampan. Barok secara fisik dan kedudukan berbeda, namun tetap mewakili kaum bawah. Melalui Barok Aan menggugat simbol-simbol kebodohan yang dilekatkan pada diri Barok yang tidak sekolah. Secara alur naskah Barok sama dengan cerita Karnadi Anemer Bangkong.https://journal.uniku.ac.id/index.php/FON/article/view/2163
collection DOAJ
language Indonesian
format Article
sources DOAJ
author Arip Hidayat
spellingShingle Arip Hidayat
REPRESENTASI CERITA KARNADI ANEMER BANGKONG SEBAGAI IDENTITAS MASYARAKAT SUNDA
Fon
author_facet Arip Hidayat
author_sort Arip Hidayat
title REPRESENTASI CERITA KARNADI ANEMER BANGKONG SEBAGAI IDENTITAS MASYARAKAT SUNDA
title_short REPRESENTASI CERITA KARNADI ANEMER BANGKONG SEBAGAI IDENTITAS MASYARAKAT SUNDA
title_full REPRESENTASI CERITA KARNADI ANEMER BANGKONG SEBAGAI IDENTITAS MASYARAKAT SUNDA
title_fullStr REPRESENTASI CERITA KARNADI ANEMER BANGKONG SEBAGAI IDENTITAS MASYARAKAT SUNDA
title_full_unstemmed REPRESENTASI CERITA KARNADI ANEMER BANGKONG SEBAGAI IDENTITAS MASYARAKAT SUNDA
title_sort representasi cerita karnadi anemer bangkong sebagai identitas masyarakat sunda
publisher Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Kuningan
series Fon
issn 2086-0609
2614-7718
publishDate 2020-01-01
description Penelitian ini membahas tentang bentuk representasi, perubahan representasi, serta pandangan tentang representasi cerita�Karnadi Anemer Bangkong. Penelitian ini menggunakan metode dekriptif dengan teknik penelitian kualitatif. Metode penelitian yang digunakan dengan metode diakronis. Metode diakronis merupakan penelitian resepsi sastra yang dilakukan terhadap tanggapan-tanggapan pembaca dalam beberapa periode. Sumber data dalam penelitian ini adalah novel�Rasiah Nu Goreng Patut�serta karya-karya lain yang bercerita tentang Karnadi Anemer Bangkong dan karya lain yang erat hubungannya dengan Karnadi Anemer Bangkong dari sejak 1928 sampai dengan tahun 2017. Data dikelompokkan berdasarkan tahun kemunculannya. Dalam hal ini dipilih tiga data yaitu�Madraji : Carita Pantun Modern�karya Suyudi, Fiksimini�Karnadi Kiwari�karya Tia Baratawiria, dan naskah drama�Barok (Tidak Bodoh Tapi Tidak Tahu Sebab Tidak Pernah)�karya Aan Sugiantomas. Hasil penelitian cerita�Rasiah Nu Garong Patut (Karnadi Anemer Bangkong)�mengalami berbagai macam bentuk representasi. Bentuk representasi itu diantaranya naskah dan scenario film dan sinetron, pantun (cerita pantun), fiksimini, dan naskah drama. Perubahan representasi dari Karnadi dan Madraji adalah pada bentuk. Madraji dalam bentuk cerita pantun, sementara Karnadi dalam bentuk novel. Dari segi isi, keduanya bercerita tentang kaum bawah yang kemudian merefleksikan kritik pada kemiskinan yang ada pada zamannya masing-masing. Kritik sosial menjadi pesan penting pada karya keduanya. Tia Baratawiria merepresentasikan Karnadi berbeda dengan cerita aslinya. Karnadi dalam fiksi mini Tia Baratawiria dibalik seratus delapan puluh derajat. Tia memposisikan Karnadi sebagai orang kaya, yang pada akhirnya nyaris sama seperti keluarga Eulis Awang yang sombong. Tia hendak memberikan pesan, bahwa jika seandainya Karnadi kaya pun sifatnya tidak akan berubah menjadi baik. Watak dan kepribadian manusia dipengaruhi oleh harta. Aan Sugiantomas merepresentasikan tokoh Barok berbeda dengan Karnadi. Jika Karnadi buruk rupa, maka Barok tampan. Barok secara fisik dan kedudukan berbeda, namun tetap mewakili kaum bawah. Melalui Barok Aan menggugat simbol-simbol kebodohan yang dilekatkan pada diri Barok yang tidak sekolah. Secara alur naskah Barok sama dengan cerita Karnadi Anemer Bangkong.
url https://journal.uniku.ac.id/index.php/FON/article/view/2163
work_keys_str_mv AT ariphidayat representasiceritakarnadianemerbangkongsebagaiidentitasmasyarakatsunda
_version_ 1724279746544533504