ANALISIS YURIDIS TERHADAP LARANGAN PERKAWINAN MASYARAKAT ADAT

Abstract The purpose of this study is to discuss customary law in the Mirah and Golan areas precisely in Ponorogo district which has its own uniqueness, namely the existence of a marriage ban between the two regions. This ban by some people has become polemic as the times have begun to fade to reco...

Full description

Bibliographic Details
Main Authors: Ferry Irawan Febriansyah, Anwar Sanusi
Format: Article
Language:Indonesian
Published: Law Faculty Doctor of Law Study Program Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya 2020-07-01
Series:DiH
Subjects:
Online Access:http://jurnal.untag-sby.ac.id/index.php/dih/article/view/3605
id doaj-fd1ff6fb6ac947e0a9dc81da95b14a3a
record_format Article
collection DOAJ
language Indonesian
format Article
sources DOAJ
author Ferry Irawan Febriansyah
Anwar Sanusi
spellingShingle Ferry Irawan Febriansyah
Anwar Sanusi
ANALISIS YURIDIS TERHADAP LARANGAN PERKAWINAN MASYARAKAT ADAT
DiH
adat
hukum
perkawinan
author_facet Ferry Irawan Febriansyah
Anwar Sanusi
author_sort Ferry Irawan Febriansyah
title ANALISIS YURIDIS TERHADAP LARANGAN PERKAWINAN MASYARAKAT ADAT
title_short ANALISIS YURIDIS TERHADAP LARANGAN PERKAWINAN MASYARAKAT ADAT
title_full ANALISIS YURIDIS TERHADAP LARANGAN PERKAWINAN MASYARAKAT ADAT
title_fullStr ANALISIS YURIDIS TERHADAP LARANGAN PERKAWINAN MASYARAKAT ADAT
title_full_unstemmed ANALISIS YURIDIS TERHADAP LARANGAN PERKAWINAN MASYARAKAT ADAT
title_sort analisis yuridis terhadap larangan perkawinan masyarakat adat
publisher Law Faculty Doctor of Law Study Program Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
series DiH
issn 0216-6534
2654-525X
publishDate 2020-07-01
description Abstract The purpose of this study is to discuss customary law in the Mirah and Golan areas precisely in Ponorogo district which has its own uniqueness, namely the existence of a marriage ban between the two regions. This ban by some people has become polemic as the times have begun to fade to recognize the existence of customary law. However, this customary rule is still recognized by both the Mirah and Golan communities. Therefore, legal analysis is needed, which is to compare traditional law with existing national law so that there is no gap between customary law and national law. This study has many differences with previous studies related to the prohibition of marriage. The prohibition of customary marriages in this study involved both the Mirah and Golan areas which became customary law that is believed up to now by indigenous peoples. This study uses empirical legal research that is studying and examining social phenomena in society related to marriage and then analyzed juridically. In the discussion it was stated that the customary law regarding the prohibition of marriage of the Mirah and Golan communities is a traditional tradition that has been traditionally implemented by the two regions to date. The development of an increasingly modern era becomes a polemic in addressing these problems. The data that was examined empirically was believed by the community as customary law, namely the Mirah and Golan communities were prohibited from conducting marriages. If this is violated, it will lead to negative sanctions in the form of mystical events that cannot be accepted by reason. The prohibition of marriage between the people in the two regions of Mirah and Golan has indeed taken place since their ancestors in the form of the words of Ki Hanggolono, which has become customary law adopted until now. The relevance of positive law to customary law is very close and complementary to each other, so that the legal position has the same recognition in indigenous communities as long as there is no legal gap. Keywords: custom; law; marriage   Abstrak Tujuan penelitian ini adalah membahas tentang hukum adat di wilayah Mirah dan Golan tepatnya di kabupaten Ponorogo yang memiliki keunikan tersendiri yaitu adanya larangan perkawinan antara kedua wilayah tersebut. Larangan ini oleh sebagian masyarakat menjadi polemik seiring perkembangan jaman yang sudah mulai pudar untuk mengakui keberadaan hukum adat. Akan tetapi, aturan adat ini tetap diakui oleh kedua masyarakat Mirah dan Golan. Oleh sebab itu, dibutuhkan analisis hukum yaitu membandingkan antara hukum adat dengan hukum nasional yang telah ada sehingga hukum adat dan hukum nasional tidak ada kesenjangan. Penelitian ini banyak memiliki perbedaan dengan penelitian terdahulu terkait larangan perkawinan. Larangan perkawinan adat dalam penelitian ini melibatkan kedua wilayah Mirah dan Golan yang menjadi hukum adat yang diyakini sampai sekarang oleh masyarakat adat. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum empiris yaitu mengkaji dan meneliti gejala sosial di dalam masyarakat terkait dengan perkawinan kemudian dianalisa secara yuridis. Pada pembahasan dikemukakan bahwa hukum adat tentang larangan perkawinan masyarakat Mirah dan Golan merupakan tradisi adat yang secara turun temurun dilaksanakan oleh kedua wilayah tersebut sampai saat ini. Perkembangan jaman yang semakin modern menjadi polemik dalam menyikapi permasalahan tersebut. Data yang dikaji secara empiris diyakini oleh masyarakat sebagai hukum adat yaitu masyarakat Mirah dan Golan dilarang melangsungkan perkawinan. Jika hal ini dilanggar, maka akan menimbulkan sanksi yang negatif berupa kejadian mistis yang tidak dapat diterima oleh akal. Larangan perkawinan antara masyarakat di kedua wilayah Mirah dan Golan memang sudah terjadi sejak nenek moyang mereka yang berupa Sabda Ki Hanggolono yang telah menjadi hukum adat yang diaptuhi hingga sekarang. Relevansi hukum positif dengan hukum adat sangat erat dan saling melengkapi satu sama lain, sehingga kedudukan hukum memiliki pengakuan yang sama di dalam masyarakat adat selama tidak terjadi kesenjangan hukum. Kata kunci: adat; hukum; perkawinan
topic adat
hukum
perkawinan
url http://jurnal.untag-sby.ac.id/index.php/dih/article/view/3605
work_keys_str_mv AT ferryirawanfebriansyah analisisyuridisterhadaplaranganperkawinanmasyarakatadat
AT anwarsanusi analisisyuridisterhadaplaranganperkawinanmasyarakatadat
_version_ 1721308399793078272
spelling doaj-fd1ff6fb6ac947e0a9dc81da95b14a3a2021-07-11T16:07:42ZindLaw Faculty Doctor of Law Study Program Universitas 17 Agustus 1945 SurabayaDiH0216-65342654-525X2020-07-0116224725810.30996/dih.v16i2.36052729ANALISIS YURIDIS TERHADAP LARANGAN PERKAWINAN MASYARAKAT ADATFerry Irawan Febriansyah0Anwar Sanusi1Universitas Muhammadiyah PonorogoUniversitas Muhammadiyah PonorogoAbstract The purpose of this study is to discuss customary law in the Mirah and Golan areas precisely in Ponorogo district which has its own uniqueness, namely the existence of a marriage ban between the two regions. This ban by some people has become polemic as the times have begun to fade to recognize the existence of customary law. However, this customary rule is still recognized by both the Mirah and Golan communities. Therefore, legal analysis is needed, which is to compare traditional law with existing national law so that there is no gap between customary law and national law. This study has many differences with previous studies related to the prohibition of marriage. The prohibition of customary marriages in this study involved both the Mirah and Golan areas which became customary law that is believed up to now by indigenous peoples. This study uses empirical legal research that is studying and examining social phenomena in society related to marriage and then analyzed juridically. In the discussion it was stated that the customary law regarding the prohibition of marriage of the Mirah and Golan communities is a traditional tradition that has been traditionally implemented by the two regions to date. The development of an increasingly modern era becomes a polemic in addressing these problems. The data that was examined empirically was believed by the community as customary law, namely the Mirah and Golan communities were prohibited from conducting marriages. If this is violated, it will lead to negative sanctions in the form of mystical events that cannot be accepted by reason. The prohibition of marriage between the people in the two regions of Mirah and Golan has indeed taken place since their ancestors in the form of the words of Ki Hanggolono, which has become customary law adopted until now. The relevance of positive law to customary law is very close and complementary to each other, so that the legal position has the same recognition in indigenous communities as long as there is no legal gap. Keywords: custom; law; marriage   Abstrak Tujuan penelitian ini adalah membahas tentang hukum adat di wilayah Mirah dan Golan tepatnya di kabupaten Ponorogo yang memiliki keunikan tersendiri yaitu adanya larangan perkawinan antara kedua wilayah tersebut. Larangan ini oleh sebagian masyarakat menjadi polemik seiring perkembangan jaman yang sudah mulai pudar untuk mengakui keberadaan hukum adat. Akan tetapi, aturan adat ini tetap diakui oleh kedua masyarakat Mirah dan Golan. Oleh sebab itu, dibutuhkan analisis hukum yaitu membandingkan antara hukum adat dengan hukum nasional yang telah ada sehingga hukum adat dan hukum nasional tidak ada kesenjangan. Penelitian ini banyak memiliki perbedaan dengan penelitian terdahulu terkait larangan perkawinan. Larangan perkawinan adat dalam penelitian ini melibatkan kedua wilayah Mirah dan Golan yang menjadi hukum adat yang diyakini sampai sekarang oleh masyarakat adat. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum empiris yaitu mengkaji dan meneliti gejala sosial di dalam masyarakat terkait dengan perkawinan kemudian dianalisa secara yuridis. Pada pembahasan dikemukakan bahwa hukum adat tentang larangan perkawinan masyarakat Mirah dan Golan merupakan tradisi adat yang secara turun temurun dilaksanakan oleh kedua wilayah tersebut sampai saat ini. Perkembangan jaman yang semakin modern menjadi polemik dalam menyikapi permasalahan tersebut. Data yang dikaji secara empiris diyakini oleh masyarakat sebagai hukum adat yaitu masyarakat Mirah dan Golan dilarang melangsungkan perkawinan. Jika hal ini dilanggar, maka akan menimbulkan sanksi yang negatif berupa kejadian mistis yang tidak dapat diterima oleh akal. Larangan perkawinan antara masyarakat di kedua wilayah Mirah dan Golan memang sudah terjadi sejak nenek moyang mereka yang berupa Sabda Ki Hanggolono yang telah menjadi hukum adat yang diaptuhi hingga sekarang. Relevansi hukum positif dengan hukum adat sangat erat dan saling melengkapi satu sama lain, sehingga kedudukan hukum memiliki pengakuan yang sama di dalam masyarakat adat selama tidak terjadi kesenjangan hukum. Kata kunci: adat; hukum; perkawinanhttp://jurnal.untag-sby.ac.id/index.php/dih/article/view/3605adathukumperkawinan